Gue bukan ngomongin tentang film yang judulnya sama dengan judul entry ini ya. Kebetulan aja judul itu pas dengan apa yang mau gue bahas.
Gue emang gak suka dengan stereotyping yang berlaku di masyarakat kita bahwa dalam hubungan pria dan wanita, si pria harus selalu yang memimpin sedangkan yang perempuan mengikuti pimpinan si pria. Sudah jaman sekarang gitu lho, masa masih mau pakai blue print jaman dahulu kala begitu sih?
Nggak apa-apa dong kalo di jaman sekarang lebih seimbang. Sebagian besar waktu yang laki-laki take the lead, sementara untuk beberapa waktu lainnya giliran yang perempuan yang take the lead.
Tapi yang jadi masalah adalah kalau masing-masing pihak nggak ada yang mau take the lead. Bencana alam…
Kebayang nggak sih? Sepasang penari waltz, pas mereka mulai berpegangan tangan, masih nggak ada masalah. Tapi begitu musiknya mulai jalan, tiba-tiba yang perempuan nyadar sesuatu yang aneh, yaitu si pria menaruh tangan kanannya di atas bahu kiri si perempuan.
Lho…?
Siapa yang take the lead?
Buat yang nggak pernah dansa waltz mungkin nggak ngerti analogi itu. Dalam waltz, yang pria menaruh tangan kanannya di pinggang kiri si perempuan, sedangkan yang perempuan menaruh tangan kirinya di bahu kanan si pria.
Tangan pria di pinggang perempuan karena si pria yang berperan jadi leader (penuntun) dalam waltz, jadi tangan itu untuk menyetir tubuh si perempuan supaya si perempuan tahu harus bergerak ke arah mana.
Sementara tangan si wanita ada di bahu pria sebagai tanda kalau dia percaya pada keputusan si pria. Terserah si pria mau mereka berputar ke arah mana, si wanita bakal ngikutin.
Sekarang kalo udah ngerti. Kebayang nggak waltz yang dua-duanya menaruh tangan di bahu?
Siapa yang dituntun? Siapa yang menuntun?
Kalo si pria mau di-lead sama si wanita sih oke-oke aja lah. Yang penting ada yang nuntun. Lha kalo begitu si wanita nurunin tangannya ke pinggang si pria, tapi trus si pria menolak untuk dituntun?
Bingung gak lo?
Gue sih bingung lho liat ada cowok seperti itu. Gak mau memimpin, tapi pada saat yang sama juga nggak mau dipimpin.
Tiap ditanya sama yang cewek, “Trus sekarang hubungan kita mau dibawa kemana?”
Yang cowo selalu jawab, “Terserah”
Tapi setiap si cewek mulai take the lead, yang cowok pasti menolak untuk mengikuti.
Lha trus gimana?
Gue sebagai cowok aja bingung kalo denger ada cowok seperti itu. Gimana para cewek yang punya pacar seperti itu? Bisa-bisa mereka nggak kemana-mana.
Gue pribadi, kalau gue nggak tahu harus bagaimana lagi dalam suatu keadaan, gue dengan lapang dada (n dengan cueknya) bakal bilang, “Lead me” ke cewek gue.
Sekali gue bilang ‘terserah’, itu artinya emang bener-bener TERSERAH. Nggak pakai tapi, nggak pakai kecuali. Hehehe...
Gue serahkan semua ke pasangan gue untuk menuntun, n gue akan dengan setia membiarkan diri dituntun.
Sampai satu saat gue udah stabil lagi, n bisa ngambil keputusan lagi, udah ada rencana lagi, I shall take the lead again as I am suppose to do.
To lead or be lead, I have no problem with any of them. Kadang gue nggak bisa selalu memimpin, I’m a human being, and there are times when I felt lost. At those time, I’ll let my woman lead me until I can lead again.
Cuman sesederhana itu kan?
Hidup udah ruwet, kenapa harus dibikin lebih ruwet dengan hal-hal seperti gengsi atau hal-hal nggak penting lainnya?
Lagipula kalau memang kita bener-bener cinta dengan seseorang, bukankah kita juga seharusnya bisa memasrahkan hidup kita ke tangan dia kan?
Gue emang gak suka dengan stereotyping yang berlaku di masyarakat kita bahwa dalam hubungan pria dan wanita, si pria harus selalu yang memimpin sedangkan yang perempuan mengikuti pimpinan si pria. Sudah jaman sekarang gitu lho, masa masih mau pakai blue print jaman dahulu kala begitu sih?
Nggak apa-apa dong kalo di jaman sekarang lebih seimbang. Sebagian besar waktu yang laki-laki take the lead, sementara untuk beberapa waktu lainnya giliran yang perempuan yang take the lead.
Tapi yang jadi masalah adalah kalau masing-masing pihak nggak ada yang mau take the lead. Bencana alam…
Kebayang nggak sih? Sepasang penari waltz, pas mereka mulai berpegangan tangan, masih nggak ada masalah. Tapi begitu musiknya mulai jalan, tiba-tiba yang perempuan nyadar sesuatu yang aneh, yaitu si pria menaruh tangan kanannya di atas bahu kiri si perempuan.
Lho…?
Siapa yang take the lead?
Buat yang nggak pernah dansa waltz mungkin nggak ngerti analogi itu. Dalam waltz, yang pria menaruh tangan kanannya di pinggang kiri si perempuan, sedangkan yang perempuan menaruh tangan kirinya di bahu kanan si pria.
Tangan pria di pinggang perempuan karena si pria yang berperan jadi leader (penuntun) dalam waltz, jadi tangan itu untuk menyetir tubuh si perempuan supaya si perempuan tahu harus bergerak ke arah mana.
Sementara tangan si wanita ada di bahu pria sebagai tanda kalau dia percaya pada keputusan si pria. Terserah si pria mau mereka berputar ke arah mana, si wanita bakal ngikutin.
Sekarang kalo udah ngerti. Kebayang nggak waltz yang dua-duanya menaruh tangan di bahu?
Siapa yang dituntun? Siapa yang menuntun?
Kalo si pria mau di-lead sama si wanita sih oke-oke aja lah. Yang penting ada yang nuntun. Lha kalo begitu si wanita nurunin tangannya ke pinggang si pria, tapi trus si pria menolak untuk dituntun?
Bingung gak lo?
Gue sih bingung lho liat ada cowok seperti itu. Gak mau memimpin, tapi pada saat yang sama juga nggak mau dipimpin.
Tiap ditanya sama yang cewek, “Trus sekarang hubungan kita mau dibawa kemana?”
Yang cowo selalu jawab, “Terserah”
Tapi setiap si cewek mulai take the lead, yang cowok pasti menolak untuk mengikuti.
Lha trus gimana?
Gue sebagai cowok aja bingung kalo denger ada cowok seperti itu. Gimana para cewek yang punya pacar seperti itu? Bisa-bisa mereka nggak kemana-mana.
Gue pribadi, kalau gue nggak tahu harus bagaimana lagi dalam suatu keadaan, gue dengan lapang dada (n dengan cueknya) bakal bilang, “Lead me” ke cewek gue.
Sekali gue bilang ‘terserah’, itu artinya emang bener-bener TERSERAH. Nggak pakai tapi, nggak pakai kecuali. Hehehe...
Gue serahkan semua ke pasangan gue untuk menuntun, n gue akan dengan setia membiarkan diri dituntun.
Sampai satu saat gue udah stabil lagi, n bisa ngambil keputusan lagi, udah ada rencana lagi, I shall take the lead again as I am suppose to do.
To lead or be lead, I have no problem with any of them. Kadang gue nggak bisa selalu memimpin, I’m a human being, and there are times when I felt lost. At those time, I’ll let my woman lead me until I can lead again.
Cuman sesederhana itu kan?
Hidup udah ruwet, kenapa harus dibikin lebih ruwet dengan hal-hal seperti gengsi atau hal-hal nggak penting lainnya?
Lagipula kalau memang kita bener-bener cinta dengan seseorang, bukankah kita juga seharusnya bisa memasrahkan hidup kita ke tangan dia kan?
Yah ini cuman pendapat gue doang yang gue olah pakai logika. Kalo ada yang nggak setuju, itu hak mereka. Tapi coba dipikir baik-baik, apakah pendapat gue ini memang salah?
To all men in the world:
When you can’t lead, let her TAKE THE LEAD!!!
3 comments:
Posting yang ini 'kan yang lu minta gue comment-in?
Oke...gue dah baca ini beberapa hari yang lalu sih, gak lama setelah lu posting deh.
Anyway, gue sempet mikir beberapa kali sebelum posting ini. Kesimpulang gue sih ini...
Jangan-jangan tuh cowok punya trust issues.
Dia gak percaya bahwa ceweknya MAMPU dan BISA untuk take the lead. Yang sebenernya bisa juga diartikan bahwa tuh cowok tidak cukup PERCAYA untuk meletakkan HIDUPNYA di tangan tuh cewek (maksudnya bukan hidup like life or death gitu, you know what I mean lah). Yang ujung-ujungnya bisa jadi...tuh cowok GAK COCOK untuk tuh cewek. Akhir kata (dari gue sih) lebih baik PUTUS.
Hehehe sadis ya gue?
Analogi gue gini...kalo untuk hal sepele seperti itu aja dia gak bisa, gimana untuk hal lain yang lebih besar? Kalau sekedar dituntun aja dia gak mau, lha terus gimana? Seperti kata-kata lu, To. Terus maunya apa? Masak mau jalan di tempat? Mau diem aja? Mau sampe kapan? Gak bisa lah.
Yah...keputusannya sih dua. Langsung putus. Atau, yang cewek bergerak, dengan harapan tuh cowok pada akhirnya mengikuti.
Soalnya buat gue, kasian yang cewek. Kan yang cewek jadi gak bisa ngapa-ngapain. Yang gak mau bergerak maju 'kan yang cowok, kenapa yang cewek jadi ikut kesetrap? Males aja deh.
Gue setuju dengan pendapat lu. Kalo kita emang bener-bener cinta dengan seseorang, kita harusnya bisa memasrahkan hidup kita ke tangan dia. Bener banget!!!
Toh kita disini gak bicara soal blinded trust, yang kita kemudian menyerahkan segala keputusan ke tangan pasangan kita. Itu juga goblok dan bodoh namanya. Ini 'kan tidak seperti itu. Sorry kalo gue bilang, ini 'kan CUMA untuk menentukan ke arah mana hubungan tersebut hendak dibawa. Gampang 'kan? Pilihannya cuma dua. Maju, atau selesai. Kalau pilihannya ada empat atau lima nah, baru deh pusing alias bingung. Lha ini udah tinggal dua, 'kan lebih mudah tho?
Kesimpulan dari gue sih cuma itu. Dan sorry aja kalo gue ekstrim. Pilihan tuh cewek cuma dua juga. Maju terus, dengan harapan tuh cowok pada akhirnya mengikuti, ATAU putus, berakhir hanya sampai di sini.
Masih ada cowok lain, yang (harus dengan optimis!!) lebih memiliki kualitas yang bagus dan oke dibandingkan cowok yang ini.
Entah kenapa, kok rasa-rasanya gue kenal deh dengan orang-orang yang ada dalam cerita lu ini. Mungkin gue aja kali ya lagi sok sensitif. Tapi yah kalo ternyata gue bener sih...tetep itu pendapat gue.
Again.
Kebayang gak sih, kalo lagi waltz gitu, dua-duanya dalam posisi memimpin, tapi begitu yang cewek bergerak, yang cowok diem. Jadinya apa coba? Tug of war 'kan? Yang ujung-ujungnya adalah...ribut...keluarlah segala pertanyaan kenapa...kenapa...dan kenapa...yang diikuti jawaban karena...karena...karena...yang terus terjadi dan gak akan selesai.
Jawaban TERSERAH itu bisa bermakna ganda. Bisa terserah yang artinya "Apa saja, saya akan ikut" atau "Apa saja, asal....". Nah, terserah v.2 ini yang agak ribet. Syaratnya itu lho yang gak tau apa. Tinggal kita aja deh yang pinter mencari tahu kata apa yang mengikuti "...asal...".
Andai semua orang kayak lu To...yang mengatakan TERSERAH dengan arti "Apa saja, saya akan ikut" rasanya dunia bisa jadi lebih mudah (segitu nya!!)
Tapi, toh ternyata tidak.
Keep me post it lah hasilnya seperti apa...
FIRST OF ALL... yes, there's a film with same title as u posted in this blog. Hahaha... Yang main itu, Antonio Banderas.
Well, n yes as the movie told story about... ini tentang lead as dancer. Berbicara dansa, emank salah satunya juga waltz seh.
Bener juga, lucu aja kalo tiba2 masing2 pihak meletakkan tangannya di pundah pasangannya masing2, kayak maen kereta2an... hahaha... eh salah, kaya benteng2an... huahahaha...
Whatever... hm... emank jaman sekarang itu sang pria cenderung lebih gengsi jauh... (gue aja yang cowo, ngerasa banget). Menjadi leader dalam sebuah relationship itu emank susah. Apalagi emank stereotype tentang peran pria dan wanita masih melekat banget. Mau gimana?
Kadang, sang wanita menginginkan sang pria yang mengerti tentang keadaan mereka. As my girl-friend said to me, "U know how treat woman well". Mau gimana? Emank mereka mengharapkan itu, secara gak langsung juga.
Dari sisi sang wanita-nya, pertanyaan gue, apakah mereka siap untuk memimpin suatu hubungan ketika sang pria bener2 "menyerah" (as u said so)? Apakah mereka yakin mau untuk bertanggung jawab penuh atas suatu hubungan, tanpa adanya keluhan apapun? Semua bakakl masih tanda tanya n bakal tetep menggunakan stereotype itu, kalo emank MEREKA (para pria dan wanita) masih gak mampu menjawab apa yang seharusnya mampu buat dijawab.
Intinya (gue serasa nulis blog gue sendiri di sini, gubrax... lama2 gue copy-paste aja neh comment, hahaha...), semua gimana para MEREKA mau untuk melakukan suatu TEROBOSAN (ato bahasa gaulnya... INOVASI).
So, sang pria:
SILAKAN MELAKUKAN "TERSERAH" PADA SANG WANITA KETIKA EMANK LU KAGAK BISA MELAKUKAN LEADING ITU.
N, sang wanita:
SILAKAN UNTUK MEMPERSIAPKAN DIRI KETIKA SUATU WAKTU SANG PRIA GAK BISA MELAKUKAN LEADING ITU. GAK ADA SALAHNYA KOK (menurut gue).
N last, untuk para MEREKA:
WAHAI PARA MEREKA... BUATLAH SUATU HUBUNGAN DENGAN LEBIH BAIK!! KOMUNIKASI HARUS JALAN JUGA KAN? MAU SIAPA YANG LEAD, SEMUANYA HARUS DI-KOMUNIKASIKAN DENGAN BAIK.
Hehehehehe...
Post a Comment