Thursday, September 25, 2008

Nepotisme










How You Life Your Life





You seem to be straight forward, but you keep a lot inside.


You're laid back and chill, but sometimes you care too much about what others think.

You tend to have one best friend you hang with, as opposed to many acquaintances.

You tend to dream big, but you worry that your dreams aren't attainable.


.

Gue inget waktu jamannya reformasi baru mulai, semua orang alergi dengan singkatan KKN yang artinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sebegitu alerginya, sampai-sampai istilah lainnya yang memiliki singkatan KKN, seperti Kuliah Kerja Nyata, dirubah menjadi Kerja Praktek (KP). Itu istilah yang sekarang sering dipakai oleh mahasiswa jurusan tehnik dan desain sekarang ini. Sedangkan KKN untuk anak kedokteran sepertinya dihilangkan sama sekali, karena gue nggak pernah denger ada dokter yang sedang KKN. Sebagai gantinya, biasanya disebut sebagai Pengabdian. Hahaha... aneh-aneh saja.

.

Kembali pada KKN yang negatif. Gue kadang mikir, sekarang kan sudah ada KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), tapi kok nggak ada KPN (Komisi Pemberantas Nepotisme) ya?

.

Well, tentang kolusi, itu sudah gue golongkan sebagai saudara kembar siam dari korupsi. Toh dua-duanya sudah pasti melibatkan uang kan? Atau paling nggak melibatkan keuntungan bagi orang-orang yang seharusnya tidak memperoleh keuntungan lebih dari pelaksanaan pekerjaan mereka (contoh: pegawai negeri).

.

Bagaimana dengan nepotisme? Yang gue ngerti, nepotisme maksudnya adalah mengangkat orang-orang seperti saudara-saudara kita sendiri, atau teman-teman kita ke kedudukan yang tinggi dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan kita. Bener kan?

.

Yang gue nggak ngerti adalah... kalau memang begitu, lalu bagaimana membuktikan bahwa nepotisme memang telah terjadi? Kalau ada seorang Bupati yang mengangkat anaknya sendiri yang kebetulan sudah menjadi pegawai negeri sipil untuk menjadi asisten hariannya, apakah itu termasuk sebagai nepotisme? Kalau memang ternyata pegawai negeri lainnya di kabupaten itu semuanya oneng kecuali si anak itu, apa salah kalau si bupati itu menunjuk si anak untuk jadi asistennya?

.

Bagaimana kalau kejadiannya seperti di Argentina? Presiden Kirchener mempunyai wakil presiden yang tidak lain adalah istrinya sendiri, itu bagaimana? Apa termasuk nepotisme juga? Itu kan istrinya, kurang nepotisme apalagi coba? Sekarang malah si istri itu menggantikan suaminya sebagai presiden karena dia memenangkan pemilu. Apakah itu salah?

.

Sedikit banyak gue harus mengakui kalau nepotisme adalah sesuatu yang praktis. Dalam bekerja, kita perlu orang yang bisa kita percayai. Dimana lagi kita bisa mencari orang seperti itu kalau bukan di antara keluarga atau teman-teman kita sendiri, ya tho?

.

Tapi memang ada kekurangannya sih. Sejauh ini gue bisa melihat ada 3 kekurangan dari nepotisme.

.

Pertama adalah, karena orang bawahan kita itu adalah anggota keluarga atau teman, ada kecenderungan buat kita untuk tidak tega menghukum mereka saat mereka melakukan kesalahan. Kalau istri jadi bos, trus suami jadi bawahan melakukan kesalahan saat berkerja, pasti si istri mikir-mikir beberapa kali untuk marah-marah sama si suami, kan nggak lucu kalau pangkal permasalahan ada di dalam pekerjaan, tapi efeknya bikin keluarga tercerai berai. Sebaliknya juga begitu, kalau si suami melaksanakan pekerjaan dengan baik, si istri juga nggak bisa seenaknya memuji atau memberi hadiah karena bisa mengundang rasa iri dari pekerja yang lain. Meskipun si suami memang benar-benar berjasa, tapi jasanya itu jadi tertutupi oleh kenyataan bahwa dia adalah 'suami bos'.

.

Kekurangan yang kedua adalah nepotisme berpotensi menghalangi berkembangnya bakat-bakat baru. Kalau ada pegawai yang berbakat besar tapi bukan keluarga bos dan dia susah naik pangkat karena selalu dikalahkan oleh pekerja lain yang merupakan keluarga bos, tentu bakatnya tidak akan pernah berkembang kan?

.

Kekurangan yang ketiga tentu saja kekurangan yang paling dikeluhkan oleh para reformis, yaitu fakta bahwa nepotisme bisa dipakai untuk menutupi korupsi dan kolusi. Kalau gubernur, bupati, dan camat, semuanya besaudara, pasti gampang sekali menutupi permainan kotor seperti korupsi dan kolusi.

.

Haeh... susah juga ya ternyata? Mungkin memang benar apa dibilang oleh filsafat jawa, semuanya itu harus sa'madyo (sedang-sedang) saja. Kalau kita jadi bos, dan kita mengangkat seorang saudara kita dan seorang teman kita sebagai orang kepercayaan, gue rasa itu sah-sah saja, karena toh itu kan hak si bos. Tapi untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, ya sisa kedudukan yang lain tetap diisi oleh orang lain yang memang cocok untuk duduk di posisi itu.

.

Lagipula, punya saudara atau teman dekat di tempat kerja kan ada keuntungan sampingannya. Kita jadi punya orang untuk menemani kita kalau kita harus lembur. Hahaha... Coba kalau orang lain, mana mau nemenin kita. Kalau sodara kan enak, dia berani nolak nemenin kita, gampang aja, tinggal coret aja dari surat wasiat kita. Mwahahaha... (tega mode - on)

2 comments:

Unknown said...

Kalo gue To...gue mendukung banget tuh Nepotisme sama...hm...yang kolusi deh. Kalo korupsi amit-amit gak deh...berat soalnya kalo korupsi.

Kalo nepotisme...wah yah jelas emang lebih enak kerja dengan orang-orang yang sepaham, sevisi dan semisi dengan kita...dan biasanya sih emang orang-orang terdekat kita...walau mungkin gue mungkin gak bakal pake sodara gue ndiri...or make sahabat-sahabat gue...soalnya resiko nya besar. Kalo tiba-tiba di tengah jalan ada yang gak beres...wah, bisa rusak tuh semua hubungan baik. Gak deh...resiko tralu tinggi.

Trus kalo kolusi...yah bukannya sudah sepatutnya kita memberikan keuntungan lebih bagi mereka yang bekerja dengan baik untuk kita...seperti bonus atau privileged2 lain...yah yang manusiawi lah..

Ehm...btw...yang gue tulis itu termasuk dalam KKN gak ya hehehe

Ditogendut said...

Kayanya sih termasuk Ze. Hehehe...

Tapi emang mau nggak mau, kita pasti melakukan KKN dalam kehidupan sehari-hari, meskipun kecil2 sih biasanya. Kalo korupsi mungkin nggak, secara udah persis sama seperti mencuri.

Tapi kalo kolusi mah, udah sampe terasa. Hehehe... Contoh gampangnya, kita ngasi duit parkir ekstra ke tukang parkir atau satpam kampus, supaya dia menyediakan satu tempat parkir yang enak buat kita. Hehehe... Gitu-gitu udah termasuk kolusi lho.

Apalagi nepotisme. Wew... udah pasti kepake banget dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa yang waktu jaman reformasi baru gencar2nya juga pasti pernah melakukan nepotisme.

Dosen: "Baik, hari ini saya akan memberi tugas kelompok. Saya yang menentukan kelompoknya, atau kalian buat sendiri?"
Mahasiswa: "Bikin sendiri saja pak!"

Nah, udah deh. Satu kelompok isinya temen-temen deket sendiri aja. Kurang nepotisme apa lagi coba yang kaya begitu? Jarang banget kan kelompok yang disusun sendiri trus anggotanya campur-campur dari orang-orang yang tidak dikenal?

Jadi kesimpulannya: Berantas korupsi, galakkan Kolusi dan Nepotisme!

Wakakaka...