Thank GOD, finally a chance to write something in peace. Hhh...
Well, first things first. Gue sudah lihat trailler film HarPot yang ke-6. DAN, seperti yang gue khawatirkan, karena produksi seri-seri film HarPot, pemeran film-nya sudah kelihatan terlalu dewasa untuk peran yang mereka bawakan. Terutama Emma Watson, yang seharusnya membawakan peran Hermione Granger yang berusia 16 tahun, padahal aslinya dia sudah berumur lebih dari itu (gue nggak yakin dia sekarang umur berapa), jadinya badan dia sudah terlalu 'jadi' untuk badan anak perempuan usia 16 tahun.
Yah, gue cuman bisa berharap supaya paling tidak akting mereka bisa mengimbangi ketidaktepatan usia mereka. Hehehe... Paling nggak gue mengharapkan adegan Dumbledore tewas bisa dibikin setragis mungkin, alias jangan asal lewat trus hai thank you good bye gitu aja. Bisa gue kutuk-kutuk sutradara tuh film.
Secondly, gue sekarang lagi keracunan film-film anime. Damn those Japanese! How can they make such beautiful story line! Cerita-cerita yang mereka buat bener-bener nggak ada yang dangkal. Bahkan buat gue yang tidak begitu suka cerita romantis saja bisa langsung terpesona sama anime yang temanya romantis, sekedar karena mereka kalau bikin cerita pasti nggak garing. Bahkan cerita-cerita yang cliche dan mudah ditebakpun jatuhnya jadi bagus banget kalau dibikin sama orang-orang Jepang itu. Hieh... Oh well, at least I'm enjoying it. Hehehe...
Sekarang yang ketiga (the main event, drum roll please...). Hari ini (24 April 2009), gue dateng di event Pre-Competition Orcelae Vox Sacra. Mereka akan berangkat untuk mengikuti kompetisi di Venesia akhir bulan ini, dan untuk menguji hasil latihan mereka selama ini, mereka mengadakan pre-competition ini yang sifatnya lebih seperti konser singkat yang isinya adalah lagu-lagu yang akan mereka bawakan di kompetisi Venesia nanti.
Well, jujur saja gue nggak bisa memberikan first impression judgement untuk mereka, karena gue sudah beberapa kali menonton mereka latihan. Jadi waktu menonton mereka tadi, gue nggak bisa dibilang surprised dengan penampilan mereka karena gue sudah punya bayangan terlebih dahulu.
So, gue cuman bisa memberikan assesment perkembangan mereka dari pertama kali gue denger mereka latihan.
Kemajuan mereka sudah sangat pesat. Dari pertama kali gue denger mereka latihan dengan power yang masih seadanya, sekarang mereka sudah bisa nyanyi dengan power yang sudah sangat lumayan.
Blending-nya juga bagus, meskipun tidak bisa ditutupi bahwa masing-masing dari keempat suara masih tergantung pada beberapa personil yang berperan sebagai 'blender' bagi rekan-rekan sesama suaranya. Kehadiran sang 'blender' paling terasa di Tenor. Meskipun yang lain sudah bisa kontrol suara, tapi suara para tenor entah mengapa menyatu dengan warna orang yang satu itu. Hmm... nggak apa-apa sih, tapi yang gue takut kalau orang yang satu itu tidak ada, apakah Tenor masih bisa blend seperti tadi.
Warna suara Tenor dan Sopran sudah sangat tepat. Sangat terang dan menembus langit (hiperbola mode - on). Sementara Bass dan Alto kok jadi ikut-ikutan terang ya? Kalau untuk folk song mungkin tidak apa-apa ya, tapi untuk musica sacra, terutama yang ada canon-nya, warna Bass dan Alto yang kurang gelap itu bisa berpengaruh sangat besar, karena masing-masing dari 4 suara punya bagian dimana mereka pegang melodi. Kalau saat mereka pegang melodi, dan hasilnya kurang gelap, bisa-bisa orang-orang mengira kalau bagian bass dinyanyikan oleh tenor. Ya kan?
Selanjutnya adalah solmisasi. Hmm... bagian ini agak memang paling menyusahkan tapi wajib dilaksanakan dengan sesempurna mungkin, karena setengah dari nyawa lagu dipegang oleh solmisasi. Sayangnya gue masih bisa menemukan beberapa bagian dimana ada penyanyi yang salah tembak nada, sehingga hasilnya kunci yang dihasilkan menjadi agak false. Mungkin kalau gangguan ini muncul di folk song, gue bisa bilang kalau gangguan ini muncul dari koreografi yang sedikit banyak akan mengganggu pernafasan dan oleh karenanya integritas nada juga jadi terganggu, tapi gue bisa merasakan gangguan ini di musica sacra, dimana para penyanyi hanya berkonsentrasi dengan menyanyi tanpa koreografi. Jadi saran gue, lebih hati-hati dalam menembak nada supaya tidak muncul kunci-kunci yang ajaib, okay.
Sekarang tentang harmonisasi. Hmm... gue nggak bisa memberi pendapat yang terlalu akurat untuk hal ini, karena gue nggak punya partiturnya jadi gue cuman bisa menebak-nebak tentang harmonisasi. Sayangnya, gue belum bisa merasakan harmonisasi yang berarti. Memang sih di bagian-bagian yang menembak tinggi, mayoritas jadi fortisimo, sebaliknya kalau sedang menembak nada bawah sebagian besar pasti jadi pianissimo. Tapi yang gue pengen tahu adalah, apakah memang seperti itu? Apakah setiap nada tinggi pasti fortisimo, dan setiap nada rendah pasti pianissimo? Misteri Illahi. Huahaha...
Well, untuk sekarang begitu dulu komentar gue. Ntar gue coba inget-inget lagi ada komentar lain atau tidak.
Sekarang nilai rata-ratanya. Drum roll please... hehehe...
8
A big fat eight!
Huahaha...
Selamat ya!
Haeh... Semoga nilai 8 gue sama seperti nilai 8 para juri di Venesia ntar. Wakakaka...
Pesan terakhir gue adalah... PeDe aja okey. Terutama untuk Folk Song. Karena sebagai orang Indonesia, kita selalu curang kalau sudah tentang Folk Song. Hehehe... Gimana mau nggak curang kalau Folk Song Indonesia sangat beraneka ragam dan eksotik dengan cirinya masing-masing. Jadi kalau Folk Song, gue yakin 60% pasti bisa menang selama lagu-lagu itu dibawakan dengan nada yang tepat. Jadi kalau sampai kalah, hieh... kelewatan.
Jadi PeDe-lah kalian semua, karena kalian sudah punya senjata pamungkas yang bernama Folk Song untuk memenangkan kompetisi ini!
Selain itu, berpeganganlah pada kata-kata yang ada pada salah satu musica sacra yang akan kalian bawakan. In Manus Tuas, Domine, Confide Spiritum Meum. Serahkan jiwa kalian pada Tuhan, dan biarkan Dia yang mengatur selanjutnya bagaimana.
God bless you all, and send you to victory!
Well, first things first. Gue sudah lihat trailler film HarPot yang ke-6. DAN, seperti yang gue khawatirkan, karena produksi seri-seri film HarPot, pemeran film-nya sudah kelihatan terlalu dewasa untuk peran yang mereka bawakan. Terutama Emma Watson, yang seharusnya membawakan peran Hermione Granger yang berusia 16 tahun, padahal aslinya dia sudah berumur lebih dari itu (gue nggak yakin dia sekarang umur berapa), jadinya badan dia sudah terlalu 'jadi' untuk badan anak perempuan usia 16 tahun.
Yah, gue cuman bisa berharap supaya paling tidak akting mereka bisa mengimbangi ketidaktepatan usia mereka. Hehehe... Paling nggak gue mengharapkan adegan Dumbledore tewas bisa dibikin setragis mungkin, alias jangan asal lewat trus hai thank you good bye gitu aja. Bisa gue kutuk-kutuk sutradara tuh film.
Secondly, gue sekarang lagi keracunan film-film anime. Damn those Japanese! How can they make such beautiful story line! Cerita-cerita yang mereka buat bener-bener nggak ada yang dangkal. Bahkan buat gue yang tidak begitu suka cerita romantis saja bisa langsung terpesona sama anime yang temanya romantis, sekedar karena mereka kalau bikin cerita pasti nggak garing. Bahkan cerita-cerita yang cliche dan mudah ditebakpun jatuhnya jadi bagus banget kalau dibikin sama orang-orang Jepang itu. Hieh... Oh well, at least I'm enjoying it. Hehehe...
Sekarang yang ketiga (the main event, drum roll please...). Hari ini (24 April 2009), gue dateng di event Pre-Competition Orcelae Vox Sacra. Mereka akan berangkat untuk mengikuti kompetisi di Venesia akhir bulan ini, dan untuk menguji hasil latihan mereka selama ini, mereka mengadakan pre-competition ini yang sifatnya lebih seperti konser singkat yang isinya adalah lagu-lagu yang akan mereka bawakan di kompetisi Venesia nanti.
Well, jujur saja gue nggak bisa memberikan first impression judgement untuk mereka, karena gue sudah beberapa kali menonton mereka latihan. Jadi waktu menonton mereka tadi, gue nggak bisa dibilang surprised dengan penampilan mereka karena gue sudah punya bayangan terlebih dahulu.
So, gue cuman bisa memberikan assesment perkembangan mereka dari pertama kali gue denger mereka latihan.
Kemajuan mereka sudah sangat pesat. Dari pertama kali gue denger mereka latihan dengan power yang masih seadanya, sekarang mereka sudah bisa nyanyi dengan power yang sudah sangat lumayan.
Blending-nya juga bagus, meskipun tidak bisa ditutupi bahwa masing-masing dari keempat suara masih tergantung pada beberapa personil yang berperan sebagai 'blender' bagi rekan-rekan sesama suaranya. Kehadiran sang 'blender' paling terasa di Tenor. Meskipun yang lain sudah bisa kontrol suara, tapi suara para tenor entah mengapa menyatu dengan warna orang yang satu itu. Hmm... nggak apa-apa sih, tapi yang gue takut kalau orang yang satu itu tidak ada, apakah Tenor masih bisa blend seperti tadi.
Warna suara Tenor dan Sopran sudah sangat tepat. Sangat terang dan menembus langit (hiperbola mode - on). Sementara Bass dan Alto kok jadi ikut-ikutan terang ya? Kalau untuk folk song mungkin tidak apa-apa ya, tapi untuk musica sacra, terutama yang ada canon-nya, warna Bass dan Alto yang kurang gelap itu bisa berpengaruh sangat besar, karena masing-masing dari 4 suara punya bagian dimana mereka pegang melodi. Kalau saat mereka pegang melodi, dan hasilnya kurang gelap, bisa-bisa orang-orang mengira kalau bagian bass dinyanyikan oleh tenor. Ya kan?
Selanjutnya adalah solmisasi. Hmm... bagian ini agak memang paling menyusahkan tapi wajib dilaksanakan dengan sesempurna mungkin, karena setengah dari nyawa lagu dipegang oleh solmisasi. Sayangnya gue masih bisa menemukan beberapa bagian dimana ada penyanyi yang salah tembak nada, sehingga hasilnya kunci yang dihasilkan menjadi agak false. Mungkin kalau gangguan ini muncul di folk song, gue bisa bilang kalau gangguan ini muncul dari koreografi yang sedikit banyak akan mengganggu pernafasan dan oleh karenanya integritas nada juga jadi terganggu, tapi gue bisa merasakan gangguan ini di musica sacra, dimana para penyanyi hanya berkonsentrasi dengan menyanyi tanpa koreografi. Jadi saran gue, lebih hati-hati dalam menembak nada supaya tidak muncul kunci-kunci yang ajaib, okay.
Sekarang tentang harmonisasi. Hmm... gue nggak bisa memberi pendapat yang terlalu akurat untuk hal ini, karena gue nggak punya partiturnya jadi gue cuman bisa menebak-nebak tentang harmonisasi. Sayangnya, gue belum bisa merasakan harmonisasi yang berarti. Memang sih di bagian-bagian yang menembak tinggi, mayoritas jadi fortisimo, sebaliknya kalau sedang menembak nada bawah sebagian besar pasti jadi pianissimo. Tapi yang gue pengen tahu adalah, apakah memang seperti itu? Apakah setiap nada tinggi pasti fortisimo, dan setiap nada rendah pasti pianissimo? Misteri Illahi. Huahaha...
Well, untuk sekarang begitu dulu komentar gue. Ntar gue coba inget-inget lagi ada komentar lain atau tidak.
Sekarang nilai rata-ratanya. Drum roll please... hehehe...
8
A big fat eight!
Huahaha...
Selamat ya!
Haeh... Semoga nilai 8 gue sama seperti nilai 8 para juri di Venesia ntar. Wakakaka...
Pesan terakhir gue adalah... PeDe aja okey. Terutama untuk Folk Song. Karena sebagai orang Indonesia, kita selalu curang kalau sudah tentang Folk Song. Hehehe... Gimana mau nggak curang kalau Folk Song Indonesia sangat beraneka ragam dan eksotik dengan cirinya masing-masing. Jadi kalau Folk Song, gue yakin 60% pasti bisa menang selama lagu-lagu itu dibawakan dengan nada yang tepat. Jadi kalau sampai kalah, hieh... kelewatan.
Jadi PeDe-lah kalian semua, karena kalian sudah punya senjata pamungkas yang bernama Folk Song untuk memenangkan kompetisi ini!
Selain itu, berpeganganlah pada kata-kata yang ada pada salah satu musica sacra yang akan kalian bawakan. In Manus Tuas, Domine, Confide Spiritum Meum. Serahkan jiwa kalian pada Tuhan, dan biarkan Dia yang mengatur selanjutnya bagaimana.
God bless you all, and send you to victory!